Mengenal Wanita Istimewa, Ummu Hani’ binti Abi Thalib
Wanita Istimewa, Ummu Hani’ binti Abi Thalib
Membaca buku-buku hadits; Shahih al-Bukhari, Shahih Muslim, dan Riyadhush Shalihin, beberapa kali terlintas nama Ummu Hani’ sebagai periwayat hadits Nabi ﷺ. Tentu hal ini memancing keingintahuan kita tentang sosoknya. Ditambah ia memiliki hubungan kekerabatan yang dekat dengan Nabi ﷺ. Ia adalah sepupu Nabi dan kakak perempuan dari dua orang laki-laki istimewa; Ali bin Abi Thalib dan Ja’far bin Abi Thalib. Tentu menambah gairah untuk semakin mengenalnya.
Mengenal Ummu Hani’
Namanya adalah Fakhitah binti Abi Thalib bin Abdul Muthalib bin Hasyim. Ibunya adalah Fatimah binti Asad bin Hasyim bin Abdu Manaf. Ada juga yang meriwayatkan nama Ummu Hani’ adalah Hindun. Tapi yang populer dan banyak periwayatannya adalah Fakhitah.
Nabi ﷺ sangat mencintai sepupu-sepupunya, anak dari pamannya Abu Thalib. Ketika orang tua dan kakek Nabi wafat, sang pamanlah yang merawatnya dengan penuh kasih sayang. Nabi ﷺ membalas kasih sayang pamannya dengan memberi perhatian dan cinta kepada sepupu-sepupunya yang masih kecil.
Diriwayatkan, sebelum masa kerasulan, Rasulullah ﷺ pernah melamar Fakhitah. Namun Abu Thalib menolak tawaran itu. Dan menerima pinangan Hubayra bin Abi Wahb. Karena bani Makhzum, klan Hubayra, pernah menikahkan putri mereka dengan salah seorang dari kabilah Abu Thalib. Sehingga untuk menjaga hubungan baik, kabilah Abu Thalib membalas perlakuan itu. Nilai inilah yang berlaku dalam tradisi Arab kala itu.
Akhirnya Fakhitah menikah dengan Hubayra. Pasangan ini tinggal di Mekah dan dikaruniai empat orang anak. Yang tertua bernama Hani’. Karena itu Fakhitah dikenal dengan Ummu Hani’ (ibunya Hani’). Namun sayang, sang suami enggan memeluk Islam. Saat Fathu Mekah, ia lari keluar Mekah. Enggan memeluk Islam.
Kedudukan di Sisi Rasulullah
Ummu Hani’ pernah menemui Rasulullah ﷺ di hari penalukkan Kota Mekah. Ia menceritakan, “Aku pergi menemui Rasulullah pada tahun penaklukkan Kota Mekah. Saat itu beliau sedang mandi. Dan putrinya Fatimah menutupinya (dengan tabir). Kuucapkan salam. Beliau (di balik tabir) bertanya, ‘Siapa itu?’ ‘Aku, Ummu Hani’ binti Abi Thalib’, jawabku. ‘Marhaban Ummu Hani’, sambut beliau.
Usai mandi beliau menunaikan shalat 8 rakaat dengan berbalut satu pakaian. Setelah shalat, aku berkata, ‘Wahai Rasulullah, saudaraku –Ali bin Abi Thalib-, ingin membunuh seseorang yang aku lindungi, Fulan bin Hubayra’. Rasulullah bersabda, ‘Sungguh kami melindungi orang yang engkau lindungi wahai Ummu Hani’’. ‘Jika demikian jelas masalahnya’, jawab Ummu Hani’. (HR. al-Bukhari juz: 5. Hal: 2280).
Ketika Ummul Mukminin Khadijah wafat, Rasulullah merasa begitu sedih. Dalam keadaan itu, beliau sering menemukan penghiburan di rumah Umm Hani’. Keluarganya mendukung dan menghiburnya saat beliau sedang berkabut duka.
Umm Hani’ adalah sosok penting dalam sejarah Islam. Dari rumahnya, di bawah atap yang menjadi langit keluarganya, sebuah kemukjizatan pernah terjadi. Kediamannya yang penuh berkah menjadi saksi peristiwa Isra Mi’raj. Nabi Muhammad ﷺ datang ke rumah Umm Hani’, melakukan shalat malam lalu tidur di sana. Malam itu, rumah Ummu Hani’ dikunjungi malaikat paling mulia, Jibril ‘alaihissalam, untuk menjemput Nabi Muhammad ﷺ. Dari sanalah peristiwa Isra Mi’raj bermula. Perjalanan satu malam menuju Jerusalem dan Sidratul Muntaha dimulai. Saat fajar tiba, Nabi pun kembali ke tempat yang sama. Kemudian Nabi ﷺ mengabarkan Ummu Hani’ tetang perjalanannya. Ia pun mengimani sabdanya.
Hadits-Hadits Yang Diriwayatkan Ummu Hani’
Pertama: Dari Abdurrahmaan bin Abi Laila. Ia berkata, “Tidak ada seorang pun yang menceritakan kepadaku bahwa ia melihat Nabi ﷺ melakukan shalat Dhuha kecuali Ummu Haani’. Sungguh ia pernah mengatakan, “Sesungguhnya Nabi ﷺ pernah masuk ke rumahnya pada hari Fathu Mekah, lalu beliau mandi dan melakukan shalat delapan rakaat. Aku tidak pernah melihat shalat yang lebih ringan daripada itu, namun beliau tetap menyempurnakan rukuk dan sujudnya.” (HR. al-Bukhari no. 1176).
Kedua:
عَنْ أُمِّ هَانِئٍ قَالَ لَهَا النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اتَّخِذِي غَنَمًا يَا أُمَّ هَانِئٍ فَإِنَّهَا تَرُوحُ بِخَيْرٍ وَتَغْدُو بِخَيْرٍ
Dari Ummu Hani’. Nabi ﷺ berpesan kepadanya, “Peliharalah kambing wahai Ummi Hani’, karena ia pergi dengan kebaikan dan kembali dengan kebaikan.” (HR. Ahmad No.25667).
Dan masih banyak hadits-hadits lain yang beliau riwayatkan.
Wafat
Tidak ada sumber yang dapat dijadikan rujukan tentang kapan wafatnya Ummu Hani’. Kabar yang disepakati tentang usianya adalah Ummu Hani’ hidup hingga lebih dari 50 H.
Membaca buku-buku hadits; Shahih al-Bukhari, Shahih Muslim, dan Riyadhush Shalihin, beberapa kali terlintas nama Ummu Hani’ sebagai periwayat hadits Nabi ﷺ. Tentu hal ini memancing keingintahuan kita tentang sosoknya. Ditambah ia memiliki hubungan kekerabatan yang dekat dengan Nabi ﷺ. Ia adalah sepupu Nabi dan kakak perempuan dari dua orang laki-laki istimewa; Ali bin Abi Thalib dan Ja’far bin Abi Thalib. Tentu menambah gairah untuk semakin mengenalnya.
Mengenal Ummu Hani’
Namanya adalah Fakhitah binti Abi Thalib bin Abdul Muthalib bin Hasyim. Ibunya adalah Fatimah binti Asad bin Hasyim bin Abdu Manaf. Ada juga yang meriwayatkan nama Ummu Hani’ adalah Hindun. Tapi yang populer dan banyak periwayatannya adalah Fakhitah.
Nabi ﷺ sangat mencintai sepupu-sepupunya, anak dari pamannya Abu Thalib. Ketika orang tua dan kakek Nabi wafat, sang pamanlah yang merawatnya dengan penuh kasih sayang. Nabi ﷺ membalas kasih sayang pamannya dengan memberi perhatian dan cinta kepada sepupu-sepupunya yang masih kecil.
Diriwayatkan, sebelum masa kerasulan, Rasulullah ﷺ pernah melamar Fakhitah. Namun Abu Thalib menolak tawaran itu. Dan menerima pinangan Hubayra bin Abi Wahb. Karena bani Makhzum, klan Hubayra, pernah menikahkan putri mereka dengan salah seorang dari kabilah Abu Thalib. Sehingga untuk menjaga hubungan baik, kabilah Abu Thalib membalas perlakuan itu. Nilai inilah yang berlaku dalam tradisi Arab kala itu.
Akhirnya Fakhitah menikah dengan Hubayra. Pasangan ini tinggal di Mekah dan dikaruniai empat orang anak. Yang tertua bernama Hani’. Karena itu Fakhitah dikenal dengan Ummu Hani’ (ibunya Hani’). Namun sayang, sang suami enggan memeluk Islam. Saat Fathu Mekah, ia lari keluar Mekah. Enggan memeluk Islam.
Kedudukan di Sisi Rasulullah
Ummu Hani’ pernah menemui Rasulullah ﷺ di hari penalukkan Kota Mekah. Ia menceritakan, “Aku pergi menemui Rasulullah pada tahun penaklukkan Kota Mekah. Saat itu beliau sedang mandi. Dan putrinya Fatimah menutupinya (dengan tabir). Kuucapkan salam. Beliau (di balik tabir) bertanya, ‘Siapa itu?’ ‘Aku, Ummu Hani’ binti Abi Thalib’, jawabku. ‘Marhaban Ummu Hani’, sambut beliau.
Usai mandi beliau menunaikan shalat 8 rakaat dengan berbalut satu pakaian. Setelah shalat, aku berkata, ‘Wahai Rasulullah, saudaraku –Ali bin Abi Thalib-, ingin membunuh seseorang yang aku lindungi, Fulan bin Hubayra’. Rasulullah bersabda, ‘Sungguh kami melindungi orang yang engkau lindungi wahai Ummu Hani’’. ‘Jika demikian jelas masalahnya’, jawab Ummu Hani’. (HR. al-Bukhari juz: 5. Hal: 2280).
Ketika Ummul Mukminin Khadijah wafat, Rasulullah merasa begitu sedih. Dalam keadaan itu, beliau sering menemukan penghiburan di rumah Umm Hani’. Keluarganya mendukung dan menghiburnya saat beliau sedang berkabut duka.
Umm Hani’ adalah sosok penting dalam sejarah Islam. Dari rumahnya, di bawah atap yang menjadi langit keluarganya, sebuah kemukjizatan pernah terjadi. Kediamannya yang penuh berkah menjadi saksi peristiwa Isra Mi’raj. Nabi Muhammad ﷺ datang ke rumah Umm Hani’, melakukan shalat malam lalu tidur di sana. Malam itu, rumah Ummu Hani’ dikunjungi malaikat paling mulia, Jibril ‘alaihissalam, untuk menjemput Nabi Muhammad ﷺ. Dari sanalah peristiwa Isra Mi’raj bermula. Perjalanan satu malam menuju Jerusalem dan Sidratul Muntaha dimulai. Saat fajar tiba, Nabi pun kembali ke tempat yang sama. Kemudian Nabi ﷺ mengabarkan Ummu Hani’ tetang perjalanannya. Ia pun mengimani sabdanya.
Hadits-Hadits Yang Diriwayatkan Ummu Hani’
Pertama: Dari Abdurrahmaan bin Abi Laila. Ia berkata, “Tidak ada seorang pun yang menceritakan kepadaku bahwa ia melihat Nabi ﷺ melakukan shalat Dhuha kecuali Ummu Haani’. Sungguh ia pernah mengatakan, “Sesungguhnya Nabi ﷺ pernah masuk ke rumahnya pada hari Fathu Mekah, lalu beliau mandi dan melakukan shalat delapan rakaat. Aku tidak pernah melihat shalat yang lebih ringan daripada itu, namun beliau tetap menyempurnakan rukuk dan sujudnya.” (HR. al-Bukhari no. 1176).
Kedua:
عَنْ أُمِّ هَانِئٍ قَالَ لَهَا النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اتَّخِذِي غَنَمًا يَا أُمَّ هَانِئٍ فَإِنَّهَا تَرُوحُ بِخَيْرٍ وَتَغْدُو بِخَيْرٍ
Dari Ummu Hani’. Nabi ﷺ berpesan kepadanya, “Peliharalah kambing wahai Ummi Hani’, karena ia pergi dengan kebaikan dan kembali dengan kebaikan.” (HR. Ahmad No.25667).
Dan masih banyak hadits-hadits lain yang beliau riwayatkan.
Wafat
Tidak ada sumber yang dapat dijadikan rujukan tentang kapan wafatnya Ummu Hani’. Kabar yang disepakati tentang usianya adalah Ummu Hani’ hidup hingga lebih dari 50 H.
Comments
Post a Comment